faktax.com - Militer Israel mengonfirmasi pada Minggu... selengkapnya
faktax.com - Sukabumi, Jawa Barat — Peristiwa perusakan sebuah rumah singgah di Kecamatan Cidahu, Sukabumi, pada akhir Juni 2025, menyisakan banyak pertanyaan seputar toleransi, kebebasan beribadah, dan penegakan hukum di Indonesia. Peristiwa ini menyita perhatian nasional setelah video kejadian tersebut viral di media sosial, memperlihatkan aksi massa yang membubarkan kegiatan doa sekaligus merusak fasilitas bangunan.
Bangunan yang menjadi sasaran amuk warga bukanlah gereja resmi. Menurut kepolisian dan tokoh masyarakat setempat, bangunan tersebut adalah rumah singgah atau vila pribadi milik seorang penganut Kristen. Selama ini, bangunan itu digunakan untuk kegiatan komunitas seperti retret pelajar, arisan, pembinaan rohani, hingga doa atau misa kecil. Tidak ada papan nama gereja ataupun struktur resmi keagamaan yang menunjukkan bahwa bangunan itu difungsikan sebagai gereja tetap.
Meski begitu, penggunaan rumah singgah tersebut untuk aktivitas keagamaan secara rutin memunculkan kecurigaan dan keresahan di kalangan warga sekitar.
Pada 27 Juni 2025, ratusan warga mendatangi lokasi dan membubarkan kegiatan doa yang sedang berlangsung. Dalam video yang tersebar, tampak beberapa warga mengganti simbol salib, memecahkan jendela, merusak taman, gazebo, MCK, hingga sepeda motor yang terparkir. Beberapa peserta kegiatan, termasuk anak-anak, mengalami trauma atas kejadian itu.
Warga berdalih bahwa kegiatan ibadah di rumah tersebut tidak memiliki izin resmi, sehingga mereka merasa berhak untuk menghentikannya. Namun, aksi massa ini dianggap sebagai bentuk pelanggaran hukum dan intoleransi, karena dilakukan tanpa prosedur hukum dan berujung kekerasan serta perusakan.
Polres Sukabumi telah membuka penyelidikan atas kasus ini. Sejumlah saksi telah diperiksa, dan bukti dari rekaman kejadian dikumpulkan untuk menindak pelaku perusakan.
Sementara itu, Pemerintah Daerah Jawa Barat—melalui Gubernur Dedi Mulyadi—telah mengunjungi lokasi dan bertemu langsung dengan pemilik rumah singgah. Dalam kunjungan tersebut, Dedi menyampaikan empati sekaligus menjanjikan ganti rugi sebesar Rp 100 juta dari dana pribadi untuk memperbaiki kerusakan bangunan. Ia juga menekankan bahwa kebebasan beragama adalah hak konstitusional yang harus dilindungi oleh negara.
Peristiwa di Sukabumi ini kembali mengingatkan kita pada pentingnya sikap saling menghormati antarumat beragama, serta perlunya edukasi hukum dan toleransi di tingkat masyarakat akar rumput. Bahwa pelanggaran izin seharusnya ditindak sesuai prosedur, bukan melalui tindakan main hakim sendiri. Dan bahwa kekerasan atas nama agama atau ketertiban lokal tidak dapat dibenarkan dalam masyarakat demokratis.
Rumah singgah yang dirusak itu mungkin hanya sebuah bangunan, tapi maknanya jauh lebih besar: sebuah simbol dari kebebasan berkeyakinan yang tengah diuji. Kasus ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa menjaga kerukunan bukan hanya soal mencegah konflik, tetapi juga soal bagaimana bersikap adil, bermartabat, dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam hidup bersama.
© 2025 FaktaX. All Rights Reserved.