Tragedi Rumah Singgah Sukabumi: Antara Ibadah, Izin, dan Intoleransi

faktax
By faktax  
  30.06.2025  3 min

faktax.com - Sukabumi, Jawa Barat — Peristiwa perusakan sebuah rumah singgah di Kecamatan Cidahu, Sukabumi, pada akhir Juni 2025, menyisakan banyak pertanyaan seputar toleransi, kebebasan beribadah, dan penegakan hukum di Indonesia. Peristiwa ini menyita perhatian nasional setelah video kejadian tersebut viral di media sosial, memperlihatkan aksi massa yang membubarkan kegiatan doa sekaligus merusak fasilitas bangunan.

Bukan Gereja Resmi, Tapi Rumah Singgah

Bangunan yang menjadi sasaran amuk warga bukanlah gereja resmi. Menurut kepolisian dan tokoh masyarakat setempat, bangunan tersebut adalah rumah singgah atau vila pribadi milik seorang penganut Kristen. Selama ini, bangunan itu digunakan untuk kegiatan komunitas seperti retret pelajar, arisan, pembinaan rohani, hingga doa atau misa kecil. Tidak ada papan nama gereja ataupun struktur resmi keagamaan yang menunjukkan bahwa bangunan itu difungsikan sebagai gereja tetap.

Meski begitu, penggunaan rumah singgah tersebut untuk aktivitas keagamaan secara rutin memunculkan kecurigaan dan keresahan di kalangan warga sekitar.

Reaksi Warga: Guardian Attitude yang Berlebihan

Pada 27 Juni 2025, ratusan warga mendatangi lokasi dan membubarkan kegiatan doa yang sedang berlangsung. Dalam video yang tersebar, tampak beberapa warga mengganti simbol salib, memecahkan jendela, merusak taman, gazebo, MCK, hingga sepeda motor yang terparkir. Beberapa peserta kegiatan, termasuk anak-anak, mengalami trauma atas kejadian itu.

Warga berdalih bahwa kegiatan ibadah di rumah tersebut tidak memiliki izin resmi, sehingga mereka merasa berhak untuk menghentikannya. Namun, aksi massa ini dianggap sebagai bentuk pelanggaran hukum dan intoleransi, karena dilakukan tanpa prosedur hukum dan berujung kekerasan serta perusakan.

Aparat & Pemerintah Turun Tangan

Polres Sukabumi telah membuka penyelidikan atas kasus ini. Sejumlah saksi telah diperiksa, dan bukti dari rekaman kejadian dikumpulkan untuk menindak pelaku perusakan.

Sementara itu, Pemerintah Daerah Jawa Barat—melalui Gubernur Dedi Mulyadi—telah mengunjungi lokasi dan bertemu langsung dengan pemilik rumah singgah. Dalam kunjungan tersebut, Dedi menyampaikan empati sekaligus menjanjikan ganti rugi sebesar Rp 100 juta dari dana pribadi untuk memperbaiki kerusakan bangunan. Ia juga menekankan bahwa kebebasan beragama adalah hak konstitusional yang harus dilindungi oleh negara.

Menjaga Indonesia yang Bhineka

Peristiwa di Sukabumi ini kembali mengingatkan kita pada pentingnya sikap saling menghormati antarumat beragama, serta perlunya edukasi hukum dan toleransi di tingkat masyarakat akar rumput. Bahwa pelanggaran izin seharusnya ditindak sesuai prosedur, bukan melalui tindakan main hakim sendiri. Dan bahwa kekerasan atas nama agama atau ketertiban lokal tidak dapat dibenarkan dalam masyarakat demokratis.

Rumah singgah yang dirusak itu mungkin hanya sebuah bangunan, tapi maknanya jauh lebih besar: sebuah simbol dari kebebasan berkeyakinan yang tengah diuji. Kasus ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa menjaga kerukunan bukan hanya soal mencegah konflik, tetapi juga soal bagaimana bersikap adil, bermartabat, dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam hidup bersama.

Fakta Terbaru
Fakta Populer
Topik
affiliate marketing travel AI aktifitas di Sanur Aktivitas anak di rumah aplikasi Android penghasil uang aplikasi dibayar nonton video aplikasi penghasil saldo digital aplikasi penghasil uang automasi bisnis Ayatollah Ali Khamenei backpacker Bali BantuanKemanusiaan Benjamin Netanyahu BeritaDunia BeritaHariIni BeritaInternasional bionik Bloomberg New Economy FAM FIFA Garda Revolusi Ijazah Palsu Iran Israel IsraelIran Jokowi konflik Iran Israel 2025 KonflikTimurTengah Kualifikasi Piala Dunia 2026 Ole Romeny Pakar Telematika perang Israel-Iran perangModern Piala Dunia Politik Iran Republik Islam Roy Suryo Teheran Timnas Indonesia Timnas Malaysia

© 2025 FaktaX. All Rights Reserved.