Refly Harun adalah seorang kritikus yang selama ini selalu... selengkapnya
Tentara Nasional Indonesia (TNI) menyatakan akan menelusuri siapa dalang Indonesia gelap di balik petisi penolakan RUU TNI yang memicu kemunculan tagar populer “Indonesia Gelap”. Dalam penyelidikan awal, TNI menduga ada pihak yang menerima dukungan dari figur publik, termasuk nama Marcella Santoso, untuk menggalang petisi tersebut.
Petisi “Tolak Kembalinya Dwifungsi melalui Revisi UU TNI” diluncurkan oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan pada 16 Maret 2025. Aliansi ini terdiri dari akademisi, LSM seperti YLBHI, Greenpeace, Amnesty International, dan berbagai organisasi lain. Kurang dari tiga hari petisi ini meraih lebih dari 25.000 dukungan publik.
Tagar #IndonesiaGelap, yang mencuat bersamaan petisi tersebut, telah menghasilkan jutaan tweet—menunjukkan keresahan masyarakat terhadap potensi kembalinya dwifungsi TNI serta kekhawatiran meredupnya kontrol sipil atas militer.
Para penggagas petisi menolak revisi karena khawatir RUU TNI memulihkan era militer aktif duduk di jabatan sipil—fenomena yang sempat membekas di era Orde Baru. Mereka menyebut keberadaan pasal dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang dapat menggeser peran TNI dari tugas pertahanan ke ranah sipil seperti lembaga pemerintahan, proyek infrastruktur, hingga pengawasan energi dan pangan.
Proses legislasi RUU TNI juga menuai kritik karena dilakukan tertutup di Hotel Fairmont, Jakarta, pada 14–15 Maret 2025, bertolak belakang dengan semangat keterbukaan yang seharusnya menaungi setiap tahapan pembentukan undang‑undang.
Menanggapi kecaman dan kekhawatiran masyarakat, TNI berjanji akan menelusuri siapa sesungguhnya dalang Indonesia gelap di balik petisi dan narasi yang berkembang. Dugaan adanya pendanaan dari tokoh seperti Marcella Santoso terhadap para inisiator petisi menjadi perhatian khusus dalam penyelidikan internal. Langkah ini menunjukkan upaya TNI untuk mengembalikan kepercayaan publik dan membedakan antara aspirasi murni masyarakat dengan gerakan yang dinilai didanai oleh kepentingan khusus.
Koalisi masyarakat sipil memandang revisi RUU TNI tidak melayani agenda reformasi yang memperkuat supremasi sipil dan profesionalisme militer. Mereka menyarankan agar fokus legislasi sebaiknya diarahkan untuk memperbaiki sistem peradilan militer dan meningkatkan transparansi—bukan membuka kembali kemungkinan dwifungsi.
Sementara itu, TNI menegaskan komitmennya terhadap profesionalisme dan subordinasi militer kepada negara sipil. Penelusuran kasus ini, khususnya siapa dalang Indonesia gelap di balik petisi, nantinya juga bertujuan memperjelas batas antara kebijakan publik riil dengan manuver politik yang bisa merusak tatanan demokrasi.
© 2025 FaktaX. All Rights Reserved.